Menemukan artikel bagus dan sangat bermanfaat dari majalah Intisari tahun 2003, tentang pengalaman Y.Sariyono yang memanfaatkan tulang sisa dari warung rumah makan di lingkungannya yang dijadikan tepung tulang yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ayam dan ikan.
Isi artikel :
Saya tinggal di sekitar para pedagang makanan. Ada yang mempunyai rumah makan, warung soto atau bakso.
Enak juga sih serasa memiliki banyak "ruang makan". Apalagi jika tidak sempat masak, wah tinggal ngelncer sudah kenyang deh ! Namun jika keseringan bisa bikin kantong jebol.
Paling apes, ya bisa menghirup uap masakan. Lumayan, air liur bisa keluar. Tinggal ambil nasi dan sambal, makan pun terasa nikmat.
Itu kalau bicara enaknya. Namun, ada juga tidak enaknya. Apa lagi kalau bukan soal limbah.
Bukan limbah sisa makanan, lo..kalau ini sih penyelesaiannya gampang. Justru menguntungkan.
Lempar saja ke kolam, itung-itung sebagai makanan gratis buat ikan.
Yang memusingkan adalah limbah tulang-belulang.
Awalnya, tulang-belulang itu saya timbun di dalam tanah dengan
harapan tidak berserakan.
Sepintas memang beres, tidak tergeletak
di sana-sini. Tikus atau anjing pun kesulitan untuk mencari dan meng-
gondolnya ke sana kemari.
Namun, dalam perjalanan
waktu, penyelesaian tadi
menjadi tidak praktis. Soal
nya, tulang tidak bisa terurai
dengan cepat atau membusuk.
Otomatis bertambahnya
tulang membuat saya kebingungan. Mau ditanam di
mana lagi Bisa-bisa jadi kuburan dong !.
Kesulitan itu membuat saya berpikir keras bagaimana memanfatkan limbah tulang ini? Akhirnya, ketemu juga.
Mengapa tidak di
jadikan tepung tulang saja? Bukankah tepung ini bisa dipakai untuk
pakan ayam atau ikan?.
Mula-mula tulang yang terlalu panjang dipotong-potong menjadi
bagian-bagian yang lebih pendek.
Potongan ini kemudian direbus
dengan air sampai mendidih selama sekitar lima jam.
Setelah itu
tulang dibersihkan dari kotoran yang masih melekat. Biasanya berupa
daging liat yang sulit dilepas.
Dengan direbus, selain memudahkan
membersihkan tulang, juga mengurangi baunya yang kurang sedap.
Setelah potongan tulang terbebas dari kotoran yang melekat jemur
sampai kering.
Jika sudah kering betul, tulang-belulang tadi dihancurkan menjadi serpihan-serpihan yang lebih kecil.
Serpihan ini kemudian direndam dalam air kapur. Takarannya, 100 g kapur dilarutkan
dalam seliter air.
Perendaman
bisa dilakukan dalam drum-drum
atau bak yang terbuat dari semen.
Untuk menghasilkan tepung
tulang yang baik kita harus
sabar merendam tulang itu selama
satu sampai
dua bulan.
Cukup lama memang, Setelah direndam, ser
pilihan-serpihan tadi kita
cuci dengan air
bersih hingga lapisan
kapurnya hilang.
Sedangkan zat perekat atau gelatinnya dipisahkan dari tulang
dengan cara direbus yang dilakukan secara bertahap.
Yang pertama,
berlangsung selama 4 - 5 jam pada temperatur sekitar 60 derajat celsius, lalu
empat jam pada temperatur 70 derajat Celsius.
Terakhir pada suhu 100 derajat Celsius selama
5-6 jam.
Jangan buang air bekas rebusan ini. Tampung saja dalam
sebuah wadah, soalnya, dari sini bisa diambil gelatinnya.
Tulang yang telah terpisah dari cairan gelatin itu kemudian
dikeringkan dalam ruangan bersuhu 100 derajat celcius. Setelah betul-betul kering,
tulang dilumatkan menggunakan mesin penggiling atau mesin
penumbuk.
Maka, jadilah tepung tulang! Dari bahan ini kita bisa
membuat campuran makanan ayam atau ikan bermutu tinggi.
Memang, untuk membuat tepung tulang dibutuhkan ketekunan
dam waktu cukup lama, karena prosesnya begitu rumit.
Akan tetapi,
kerumitan itu tidak seberapa nilainya jika dibandingkan dengan manfaat yang didapat.
Selain bisa menambah penghasilan dengan menjual tepung ke peternak ayam atau ikan, lingkungan kita juga bebas
dari bau anyir tulang yang belum terolah.
Tak terlalu salah kalau saya bilang, tulang tak menjadi pengalang
untuk mendapatkan uang. (Y. Sariyono, di Ungaran )
Majalah Intisari
Halaman Hijau
Mei 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan akan di moderasi dulu