Di tengah padatnya kota Jakarta, ada sebuah garasi yang berubah fungsi menjadi "klinik" unik, dimana pasien-pasiennya bukanlah manusia atau hewan darat, melainkan ikan hias. Di sinilah drh. Citantyaning Kirana seorang dokter hewan lebih tepatnya dokter spesialis ikan, menjalankan profesinya sebagai salah satu dokter ikan spesialis yang langka di Indonesia. Kisahnya adalah membuktikan bahwa keberanian untuk mengambil jalan yang berbeda bisa membawa kesuksesan luar biasa, terutama di dunia hobi yang penuh dengan nilai fantastis.
Ketika mendengar "klinik dokter hewan," mungkin membayangkan ruang praktek dengan kandang atau meja periksa. Namun, Citan mengubah garasinya menjadi fasilitas yang jauh lebih canggih. Di dalamnya terdapat unit perawatan intensif (ICU) khusus untuk ikan, sebuah konsep yang jarang ditemukan. Pasien utamanya adalah ikan koi, yang mencakup 75 persen dari total pasiennya, meskipun ia juga menangani arwana dan ikan predator lainnya.
Nilai ikan-ikan yang ditangani Citan tidak main-main. Seekor ikan koi bisa bernilai hingga 500 juta rupiah, membuat para pemiliknya tidak ragu mengeluarkan biaya besar untuk pengobatan. Biaya perawatan pasien per ikan berkisar 350.000 rupiah, dan untuk rawat inap di garasi biayanya mencapai 600.000 rupiah per hari. Bahkan, sebuah operasi sederhana bisa menelan biaya hingga jutaan rupiah. Angka-angka ini mencerminkan betapa besarnya cinta dan investasi para pemilik ikan hias yang harganya terbitlah mahal dan mewah.
Perjalanannya menuju profesi ini bukanlah hal yang mudah. Sejak kecil, ia bercita-cita menjadi dokter hewan setelah iguana kesayangannya mengalami kematian. Namun, stigma profesi dokter hewan di Indonesia yang dianggap remeh dan bergaji rendah sempat mengalihkan jalannya. Ia justru sukses di dunia di mana gajinya melonjak dari 3 juta menjadi lebih dari 40 juta rupiah per bulan sebagai manajer penjualan nasional di sebuah perusahaan alat medis.
Titik baliknya terjadi ketika ia berhasil mengobati ikan koi miliknya sendiri yang sakit. Pengalaman ini membuka dan ia sadar telah menemukan jalan untuk profesinya. Karena tidak ada sekolah spesialisasi dokter ikan di Indonesia, Citan mengambil inisiatif dengan menginvestasikan waktu dan uangnya untuk mengikuti berbagai kursus, lokakarya dan seminar terkait selama empat tahun.
Keputusannya untuk meninggalkan karir korporat yang menjanjikan terbukti tepat. Total investasi yang ia keluarkan untuk pendidikan dan peralatan mencapai lebih dari 140 juta rupiah, ditambah investasi lain untuk peralatan, termasuk unit ICU. Namun, investasi ini berbuah manis. Penghasilannya saat ini tiga kali lipat dibandingkan gajinya sebagai manajer penjualan.
Selain itu, ia juga sangat piawai dalam memanfaatkan media sosial. Dengan aktif berinteraksi di platform tersebut, omsetnya meningkat hingga 20 kali lipat, dengan 90 persen pertanyaan dari calon klien datang dari media sosial. Hal ini membuktikan bahwa strategi pemasaran digital menjadi kunci sukses yang tak terhindarkan di era modern.
Di akhir videonya, ia membagikan filosofi hidupnya yang paling penting: "berani beda" dan "jangan takut untuk berbeda". Ia mengakui bahwa banyak orang menertawakannya saat ia memilih jalan ini, tetapi sekarang, ia yang bisa tersenyum melihat kesuksesannya. Citan menganggap ikan sebagai teman, sebuah ikatan emosional yang kuat yang membuatnya tidak lagi makan ikan utuh dan hanya mengonsumsi filet.